You are here: Home > >








Benua Atlantis Ada di Indonesia?





Para peneliti AS menyatakan bahwa Atlantis
is Indonesia. Hingga kini cerita tentang benua yang
hilang 'Atlantis' masih terselimuti kabut misteri.
Sebagian orang menganggap Atlantis cuma dongeng
belaka, meski tak kurang 5.000 buku soal Atlantis
telah ditulis oleh para pakar.

Bagi para arkeolog atau oceanografer moderen, Atlantis
tetap merupakan obyek menarik terutama soal teka-teki
dimana sebetulnya lokasi sang benua. Banyak ilmuwan
menyebut benua Atlantis terletak di Samudera Atlantik.

Sebagian arkeolog Amerika Serikat (AS) bahkan meyakini
benua Atlantis dulunya adalah sebuah pulau besar
bernama Sunda Land, suatu wilayah yang kini ditempati
Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun
silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar
seiring berakhirnya zaman es.

''Para peneliti AS ini menyatakan bahwa Atlantis is
Indonesia,'' kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Prof Umar Anggara Jenny, Jumat
(17/6), di sela-sela rencana gelaran 'International
Symposium on The Dispersal of Austronesian and the
Ethnogeneses of the People in Indonesia Archipelago,
28-30 Juni 2005.

Kata Umar, dalam dua dekade terakhir memang diperoleh
banyak temuan penting soal penyebaran dan asal usul
manusia. Salah satu temuan penting ini adalah hipotesa
adanya sebuah pulau besar sekali di Laut Cina Selatan
yang tenggelam setelah zaman es.

Hipotesa itu, kata Umar, berdasarkan pada kajian
ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang
arkeologimolekuler. Tema ini, lanjutnya, bahkan akan
menjadi salah satu hal yang diangkat dalam simposium
internasional di Solo, 28-30 Juni.

Menurut Umar, salah satu pulau penting yang tersisa
dari benua Atlantis -- jika memang benar -- adalah
Pulau Natuna, Riau. Berdasarkan kajian biomolekuler,
penduduk asli Natuna diketahui memiliki gen yang mirip
dengan bangsa Austronesia tertua.

Bangsa Austronesia diyakini memiliki tingkat
kebudayaan tinggi, seperti bayangan tentang bangsa
Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos Plato. Ketika
zaman es berakhir, yang ditandai tenggelamnya 'benua
Atlantis', bangsa Austronesia menyebar ke berbagai
penjuru.

http://whoyoucallingaskeptic.files.wordpress.com/2009/02/atlantis2.jpg

Mereka lalu menciptakan keragaman budaya dan bahasa
pada masyarakat lokal yang disinggahinya dalam tempo
cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun lampau. Kini
rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.

Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Harry
Truman Simanjuntak, mengakui memang ada pendapat dari
sebagian pakar yang menyatakan bahwa benua Atlantis
terletak di Indonesia. Namun hal itu masih debatable.

Yang jelas, terang Harry, memang benar ada sebuah
daratan besar yang dahulu kala bernama Sunda Land.
Luas daratan itu kira-kira dua kali negara India.
''Benar, daratan itu hilang. Dan kini tinggal Sumatra,
Jawa atau Kalimantan,'' terang Harry. Menurut dia,
sah-sah saja para ilmuwan mengatakan bahwa wilayah
yang tenggelam itu adalah benua Atlantis yang hilang,
meski itu masih menjadi perdebatan.

Dominasi Austronesia Menurut Umar Anggara Jenny,
Austronesia sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah
fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini
memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari
1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat
hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini
dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang.

''Pertanyaannya dari mana asal-usul mereka? Mengapa
sebarannya begitu meluas dan cepat yakni dalam
3500-5000 tahun yang lalu. Bagaimana cara adaptasinya
sehingga memiliki keragaman budaya yang tinggi,''
tutur Umar.

Salah satu teori, menurut Harry Truman, mengatakan
penutur bahasa Austronesia berasal dari Sunda Land
yang tenggelam di akhir zaman es. Populasi yang sudah
maju, proto-Austronesia, menyebar hingga ke Asia
daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk
lokal dan mengembangkan peradaban. ''Tapi ini masih
diperdebatan.

Oleh Cyberhacker

MUSIBAH alam beruntun dialami Indonesia. Mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?....

Plato (427 - 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian
permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.

Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah
melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato's Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya,ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Konteks Indonesia

Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia
(dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam,ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia
bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.

Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan
Stephen Hawking.

Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh
gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.

Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu.Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, "Amicus Plato, sed magis amica veritas." Artinya,"Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran."

Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.

Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, pengin0

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Responses to “ ”:

Leave a comment

Music Player

Netral ~ Cinta Gila

Get more songs & code at www.stafaband.info